Mengunjungi Kota Makassar selain mengunjungin Pantai
Losari harus juga mengunjungin Benteng Rotterdam yang terletak tidak begitu jauh dari Pantai Losari. Kamipun bersama isteri tercinta sempat mengunjungin Benteng Rotterdam walapun hanya di bagian depannya saja karena waktu sudah sore pada tanggal 25 Maret 2014.
Benteng Rotterdam dibangun pada tahun 1545
oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung
Tumapa’risi’ kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat,
namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi
benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan
Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk
seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi
bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup
di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di
daratan maupun di lautan.
Nama asli benteng ini adalah Benteng
Ujung Pandang, biasa juga orang Gowa-Makassar menyebut benteng ini
dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak
Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani perjanjian
Bungayya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk
menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati
benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort Rotterdam.
Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang
daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh
Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian
timur.
Benteng Rotterdam yang didalamnya
terdapat Museum lagaligo menyimpan seribu kisah masa lalu bangsa ini
khususnya sejarah peradaban jazirah Sulawesi bagian Selatan yang
mayoritas didiami oleh etnis Makassar, Bugis, Toraja dan Mandar.
Peninggalan kebudayaan leluhur tersimpan rapi di benteng ini.
Saya Mukhtar, A.Pi, M.Si bersama Isteri Kerismiaty